Rss

Senin, 02 Juli 2012

Kalah Ngawur
Gimun dan Gaman, dua orang dari kasta rendah asyik menikmati kopi pahit di sebuah warung reot yang tak jauh dari rumah raja. Meski masuk dalam golongan rakyat jelata, keduanya biasa menghabiskan waktu santai di warung dengan obrolan melangit. Siang itu, mereka sedang membicarakan dua raja yang bertahta di wilayahnya. Gimun memulai obrolan itu dengan melontarkan olokan kepada raja yang bekuasa di wilayah Gaman. Sedetik setelah kopi pahit ia seruput, Gimun mencemooh raja sebelah yang tak lama lalu dinobatkan. ”Rajamu itu benar-benar ngawur. Wong baru saja memimpin, sudah bikin rakyatnya sengsara,” celetuk Gimun dengan muka bersungut-sungut.

Rabu, 29 Juni 2011

Saya Diamanahi Harga Rp 10 Ribu

Suara anak laki-laki tiba-tiba terdengar dari depan pintu gerbang rumah. Tepat saat adzan Isya berkumandang di masjid sebelah rumah. Suara itu halus, dan dengan fasih mengucap “Assalamualaikum”. Aku yang ada di lantai bawah sibuk urusan dunia, dengan spontan menjawab salam itu dengan nada agak keras dan berharap jawaban salam terdengar olehnya.
Tangga aku turuni dengan cepat, dan tak ingin si anak ini menunggu lama setelah jawaban salam terlontar dari mulutku. Aku tak begitu jelas dengan wajah si anak, lantaran penerangan di depan rumah yang terbilang minim. Langsung saja aku menanyakan keperluannya saat itu.

Minggu, 26 Juni 2011

Nasib Hidung Saya Bagaimana?


Seloroh seorang sahabat sempat membuat perut mual setelah kekenyangan tertawa. Sahabat yang tak lagi bergigi jangkap itu menyebut kotanya menjadi lautan ikan asin. ”Wis kotane cilik, ambu iwak asin pisan,” begitulah kira-kira kalimat yang keluar dari mulut sahabat ini.
Kota Mojokerto, adalah kota yang ia sebut. Kata kecil, memang identik dengan Kota Mojokerto yang hanya memiliki 18 kelurahan dari 2 kecamatan. Lima tahun lebih, kota ini memiliki masalah yang tak kunjung beres. Bisa dibilang masalah kecil, karena masalah itu hanya berhubungan dengan hidung.
Setiap malam, warga disuguhi aroma tak sedap yang mirip bau ikan asin di lorong pasar. Semakin kencang angin berhembus, semakin kencang pula bau itu menusuk hidung. Warga kota seakan hidup di tengah pasar yang penuh dengan ikan asin. Kota Onde-Onde, berubah menjadi Kota Ikan Asin.